(Image courtesy of David Castillo Dominici / FreeDigitalPhotos.net)
\r\nMembentuk perilaku anak bukanlah perkara yang mudah, apalagi terhadap anak ADHD yang cenderung tidak bisa diam dan berkonsentrasi.\r\n
Sabar Menangani ADHD
\r\nSeringkali kita berhadapan dengan anak-anak yang sangat aktif dan tidak berhenti bergerak, dan emosi kita pun diuji untuk mampu menenangkan mereka dengan sabar. Jika kita melihat kondisi anak yang sulit berkonsentrassi, kemungkinan besar anak ini mengalami gangguan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD). Anak yang mengalami ADHD mengalami keterlambatan dalam perkembangan psikologis dibanding anak seusianya dan perlu mendapat penanganan khusus.\r\n\r\nInteraksi genetik dan lingkungan memang menjadi prinsip utama penyebab dasar timbulnya ADHD meskipun gambaran pasti interaksi tersebut belum sepenuhnya jelas. Sejumlah faktor risiko terus diteliti hingga saat ini. Temuan yang sudah ada baru dapat menghubungkan masalah saat melahirkan dengan timbulnya ADHD di kemudian hari, seperti kelahiran yang belum cukup umur (kurang dari 37 minggu), komplikasi kelahiran, penggunaan alkohol dan merokok. Hasil akhir dari hal-hal tersebut adalah gangguan keseimbangan zat perantara aktivitas di otak, neurotransmitter yang menghambat maupun mengaktifkan berbagai aktivitas daerah otak tertentu. Namun, besar dampaknya belum dapat dipastikan sampai saat ini. Dugaan yang dianut adalah lemahnya hambatan aktivitas otak depan, terhadap pusat motivasi, emosi, dan sebagian memori.\r\n\r\nMenurut PubMed Health, kasus ADHD, lebih mudah disebut gangguan aktivitas dan perhatian, mencakup ketidakmampuan fokus, terlalu aktif, tidak dapat mengendalikan sikap, atau gabungan ketiganya. Perlu diperhatikan bahwa temuan tersebut perlu disesuaikan dengan usia maupun batas kewajaran yang dianut masyarakat setempat. Keadaan yang mengganggu lingkungan sekitar menjadi acuan waktu mulainya penanganan kasus ADHD. Namun, hal yang dimaksud “mengganggu” dalam hal ini tidak termasuk tindakan kekerasan maupun penolakan terhadap situasi sosial, seperti berkelahi, membakar, dan membolos sekolah. Kesulitan mendapatkan informasi untuk diagnosis ADHD sendiri kurang dapat dipercaya jika mereka sudah memasuki masa remaja karena kecenderungan menyembunyikan informasi tersebut serta pengawasan dari orang tua yang lebih lengang.\r\n
Terapi Perilaku Anak ADHD
\r\nAmerican Academy of Pediatrics menempatkan terapi perilaku sebagai pilihan utama untuk menangani kasus ADHD sebelum penggunaan terapi obat-obatan. Terapi tingkah laku tersebut perlu dilakukan secara terus-menerus dan konsisten. Peran orang tua dan guru sekolah menjadi penting dalam hal ini.\r\n\r\nSalah satu bentuk terapi tingkah laku adalah dengan memberi penghargaan (reward/ reinforcement) apabila si anak mampu berperilaku sesuai harapan, contohnya, membuatkan makanan kesukaannya jika berhasil belajar di meja selama 30 menit. Metode untuk berkomunikasi dengan anak juga perlu diperhatikan, gunakan kalimat yang sederhana dan jelas, seperti: “Sekarang belajar dulu ya” (daripada: “Kenapa kamu tidak belajar?”. Rasa aman sangat penting bagi anak dengan masalah ADHD. Penggunaan hukuman di kelas secara berulang kurang efektif dibandingkan dengan memanfaatkan waktu khusus di jam istirahat supaya si anak bisa mempelajari kemampuan bersosialisasi.\r\n\r\nSolusi terakhir untuk kasus ADHD yang sudah cukup berat adalah dengan terapi yang menggunakan obat-obatan digunakan sebagai stimulan untuk menyeimbangkan beberapa neurotransmitter dalam otak, tentunya atas konsultasi dokter spesialis kesehatan jiwa. Pengobatan memang diketahui membantu menghasilkan hasil terapi yang lebih baik. Namun, perlu diketahui karena sifatnya sebagai stimulan, sejumlah efek samping dapat terjadi, seperti mulut kering, radang hati, mengantuk, dan halusinasi.\r\n\r\nTeks: Naldo Sofian (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)\r\n\r\nReferensi:\r\n
- \r\n
- Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, 2001.
- ADHD: Clinical Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder in Children and Adolescents, 2011.
- Pathophysiology of Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder.
- PubMed Health. Attention Deficit Hyperactivity Disorder, 2013.
- Psychosocial Treatments for Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder in Children, 2002.
\r\n
\r\n
\r\n
\r\n
\r\n