Artikel ini adalah sambung dari artikel Mengelola kemarahan (part 1) yang dipublish kemarin. Anda bisa membaca part 1 nya disini.\r\n\r\nSetiap manusia pasti pernah merasa marah, bukan berarti kita tidak boleh marah dalam hidup ini, tetapi bagaimana mengelola amarah dengan sehat. Berikut ini adalah wawancara tim Dokita dengan Henny E. Wirawan, M. Hum., QIA, Psikolog, Psikoterapis.\r\n
Apakah efek dari marah baik dari segi psikis dan kesehatan. Lalu apakah ada efeknya pada raut wajah wanita yang pemarah.
\r\nTentu saja efeknya tidak baik. Dari segi psikis dia akan dikenal sebagai si pemarah, tentunya tidak disukai orang lain, karena orang banyak lebih menyukai individu yang ramah, sopan, dan sabar, bukan yang pemarah dan kasar dalam bertutur atau bertindak.\r\n\r\nDari segi kesehatan, kemarahan menimbulkan energi negatif bagi tubuh, sehingga tubuh kita lebih rentan terhadap penyakit. Di samping itu adalah fakta yang nyata bahwa ketika kita marah, jantung berdebar lebi keras, denyut nadi bertambah cepat, peredaran darah pun dipercepat, alhasil potensial untuk terjadinya serangan jantung, tekanan darah meninggi, hingga berisiko terjadinya stroke bila terus menerus perilaku ini berulang.\r\n\r\nWajah wanita yang pemarah juga pastinya kurang nyaman dilihat, kesan yang dirasakan orang lain adalah keras, galak, dan menakutkan. Berbeda pastinya dengan perempuan yang tidak pemarah, raut wajahnya akan terlihat lebih santai, meneduhkan siapapun yang melihatnya, dan enakdipandang karena pancaran inner beauty-nya.\r\n\r\n
Solusi-solusi sederhana untuk mengelola kemarahan/kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa dilakukan untuk mereduksi rasa marah yang sedang dirasakan?
\r\nBerolah raga secara teratur adalah langkah yang baik untuk menanggulangi emosi negatif, termasuk marah. Ketika berolahraga, hormon-hormon yang membuat tubuh menjadi relax dilepaskan, di samping itu hormon yang menimbulkan rasa senang dan mood positif juga distimulasi bagi tubuh. Di samping itu, ketika situasi yang kurang menyenangkan terasa, ada baiknya perempuan yang mengalaminya menjauh terlebih dahulu dari sumber kemarahan, untuk menenangkan diri. (seperti yang sudah saya tuliskan untuk menjawab pertanyaan pertama).\r\n\r\nBercerita kepada orang lain memang merupakan salah satu alternatif juga, tetapi tidak disarankan ketika dalam keadaan marah, karena yang akan terjadi relatif kurang baik. Perempuan yang marah ini akan lebih tajam berbicara, dan berpotensi mengeluarkan kata-kata yang menjelek-jelekkan orang lain, bahkan lebih buruk dari situasi dan kondisi yang sebenarnya (berpotensi menimbulkan masalah tambahan). Bercerita kepada orang lain hanya disarankan jika orang yang mendengarkan cerita mampu bersikap bijaksana, mengambil sikap sebagai pendengar saja, dan tidak menambah panas suasana. Lebih baik melakukan kegiatan lain secara individual, termasuk mendengarkan musik yang lembut dan menenangkan, menulis atau menggambar, dan beberapa strategi lain yang sudah saya tuliskan di atas.\r\n
Apa saja hal yang dapat diingat untuk mengelola kemarahan?
\r\nPertama, jangan membentak atau berteriak, atur volume suara dan pernapasan, sehingga nada bicara konstan dan tetap teratur\r\n\r\nKedua, fokuskan percakapan pada hal-hal yang menjadi inti permasalahan (karena itu penting dilakukan introspeksi terlebih dahulu sebelum berbicara) dan kemukakan apa yang menjadi harapan atau kemauan kita terhadap situasi dan kondisi serta individu yang kita hadapi\r\n\r\nKetiga, jangan serta merta mengekspresikan kemarahan, baik secara lisan maupun tulisan (sms, email, atau di jejaring sosial), karena sekali kita berucap atau berkomentar, akan sulit untuk merevisinya, dan kesan orang lain akan berjangka panjang, mungkin juga permanen.\r\n\r\nKeempat, belajarlah dari orang lain yang sudah lebih berpengalaman, cara-cara mengelola kemarahan\r\n\r\nKelima, apabila selama ini kemarahan sukar dikelola dan ada berbagai pihak yang melaporkan bahwa mereka terluka karena tindakan kemarahan, jangan segan-segan untuk mencari pertolongan tenaga profesional, karena barangkali perlu dibantu secara khusus dan spesifik melalui terapi psikologis.