Terapi Hormon Infertilitas

Terapi Hormon Infertilitas(Image courtesy of ddpavumba / freedigitalphotos.net)

\r\nSeringkali wanita merasa resah jika belum juga hamil walau sudah menikah bertahun-tahun, berbagai carapun dilakukan untuk bisa hamil, salah satunya suntik hormon.\r\n

Waspada Benjolan Payudara

\r\nHormon memiliki fungsi untuk pertumbuhan sel, tidak heran jika potensi pembentukan kanker menjadi salah satu komplikasinya. Peranan hormonal, entah darimanapun asalnya, menjadi kunci terbentuknya kanker payudara. Dengan demikian, tindakan penyuntikan hormon tentu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan risiko-risikonya.\r\n\r\nBukti akan terbentuknya kanker payudara pasca terapi hormonal belum sepenuhnya meyakinkan hingga saat ini, namun induksi pelepasan sel telur oleh sebuah zat bernama klomifen sitrat (clomiphene citrate) memang diketahui meningkatkan risiko hingga 3 kali untuk menimbulkan suatu kanker payudara di Swedia. Temuan yang dapat dikatakan cukup konsisten adalah adanya kecenderungan terbentuknya kanker payudara pada mereka berumur kurang dari 35 tahun saat diagnosis pada mereka yang telah menggunakan kontrasepsi hormonal pada usia kurang dari 20 tahun. Oleh karena itu, penggunaan suntik hormon sebaiknya hanya digunakan jika benar-benar dibutuhkan dan atas saran dan pemeriksaan mendalam dari dokter.\r\n\r\nKita sudah sering mendengar metode pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) yang dapat dilakukan setiap waktu. Secara konsep, pemeriksaan tersebut dilakukan dengan mengubah berbagai posisi payudara untuk mencari benjolan yang juga tersembunyi. Jika ada, temuan benjolan tersebut dicari “akar” tempat tertanamnya benjolan tersebut. Letak penanaman benjolan tersebut dapat ditemukan pada kulit, pelapis otot, dan otot itu sendiri.   Faktor lain yang perlu dilihat adalah konsistensi dari benjolan yang dirasakan tersebut. Ada rasa lunak mirip dengan rasa saat memegang otot lengan, sedangkan rasa keras mirip dengan penekanan pada punggung tangan. Rasa lunak dan letak penanaman yang lebih dangkal menunjukkan bahwa kemungkinan besar benjolan tersebut bersifat jinak. Maksudnya, benjolan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. Lain halnya jika terjadi sebaliknya. Kedua ciri tersebut perlu didukung informasi lainnya.\r\n\r\nSebuah benjolan muncul dari pertumbuhan berlebih dari suatu sel atau kelenjar. Penyebabnya dapat dikarenakan tambahan zat yang memang ada secara normal atau kelainan dari sel tersebut. Pertumbuhan tersebut tidak secara pasti dapat dibedakan antara pertumbuhan normal atau tidak secara kasat mata saja. Memang ada pemeriksaan fisik maupun penunjang. Namun, tidak semuanya langsung dibutuhkan pada pemeriksaan pertama karena akan disesuaikan dengan karakteristik pasien.\r\n\r\nAda sejumlah petunjuk dan makna dari pemeriksaan pada sebuah benjolan dari payudara, mulai dari identitas pasien, riwayat penyakit hingga ciri dari benjolan tersebut. Pengenalannya dapat diajarkan pada Anda dan tindakan selanjutnya dapat dikonsultasikan pada dokter. Hubungannya dengan penggunaan terapi hormonal pun memang terbukti ada melalui berbagai penelitian.\r\n\r\nKarakteristik yang dinilai dari pasien terkait dengan benjolan payudara mencakup usia, kecepatan pembesaran benjolan, riwayat pemakaian kontrasepsi, dan riwayat keluarga. Usia muda jarang memiliki benjolan yang bersifat ganas, ditambah lagi dengan benjolan yang ukurannya kecil dan tidak berkembang dalam beberapa bulan.\r\n\r\nSumber:\r\n

    \r\n
  • Cetin I, et al. Infertility as a cancer risk factor – a review. 2008.
  • \r\n

  • Orgeas CC, et al. Breast cancer incidence after hormonal infertility treatment in Sweden: a cohort study. 2009.
  • \r\n

  • De P, et al. Breast cancer incidence and hormone replacement therapy in Canada. 2010.
  • \r\n

  • Victoria Fertility Centre. Cancer risk associated with the use of fertility drugs for ovulation induction.
  • \r\n

  • Combined estrogen-progestogen contraceptives.2007.
  • \r\n

\r\nTeks: Naldo Sofian

Komentar

  • (will not be published)