Dampak Begadang Bagi Kesehatan (Part 1)

Dampak Bergadang Bagi Kesehatan Part 1(Image courtesy of David Castillo Dominici / freedigitalphotos.net)

Artikel Dampak Begadang Bagi Kesehatan ini terdiri dari 2 bagian. Bagian keduanya dapat dibaca disini.

Kesibukan mengakibatkan kita mengorbankan jam waktu istirahat malam hari, dan berbagai konsekuensi harus kita tanggung dari pilihan hidup begadang.

Hidup Normal, Hidup Sehat

Ada dampak dari berbagai profesi yang menuntut seseorang untuk bekerja di saat orang lain beristirahat malam, seperti dokter jaga unit gawat darurat, para pekerja perbaikan jalan, dan juga bintang sinetron kejar tayang. Melakukan aktivitas di waktu demikian tidak lain adalah melawan ritme kerja tubuh pada umumnya. Konsekuensi dapat menjadi beragam, tetapi ada beberapa cara meminimalisir dampak tersebut.

Tubuh memiliki sebuah “jam tubuh” (lebih dikenal dengan sebutan irama sirkadian) yang menentukan jadwal berbagai aktivitas di dalam tubuh layaknya sebuah pabrik yang bekerja dengan beragam pekerja dengan masing-masing “jabatannya”. Cahaya dari luar menjadi rangsangan utama bagi jam tubuh. Cahaya mana pun dapat berpengaruh, tetapi penelitian menunjukkan bahwa cahaya biru monokromatik menjadi stimulus terkuat dalam memperpanjang aktivitas jam tubuh tersebut. Tentunya melalui mata kita, rangsangan tersebut diteruskan ke pusat penglihatan, tetapi turut serta mencapai bagian pusat dari otak tersebut, yaitu hipotalamus. Jam tubuh itu sendiri ada yang terletak di pusat (otak) dan ada pula yang terletak pada organ-organ tertentu dan diyakini memiliki mekanisme pengaturan sendiri. Kerja jam tubuh tersebut dapat dilihat dari jumlah melatonin dan kortisol.

Oleh karena proses tersebut merupakan proses alami yang berlangsung secara normal, gangguan padanya tentu akan mengacaukan proses-proses tersebut. Secara molekuler, dampak gangguan tersebut akan timbul pada pengaturan secara genetik berbagai molekul pengatur jam tubuh tersebut. Sejumlah zat bersifat merangsang pembentukan berbagai protein yang mengaktifkan sel-sel tertentu, sedangkan zat lainnya bersifat menghentikan pembentukan protein tersebut di kala protein dari sel tertentu berada dalam jumlah yang terlampau banyak.

Ada beberapa kasus sederhana gangguan “jam tubuh”. Saat Anda melakukan penerbangan jauh ke luar negri melintasi beberapa zona waktu, Anda termasuk rentan mengalami masalah tersebut (sering dikatakan sebagai jet lag). Ketika Anda berada di daerah yang baru, jam tubuh Anda tersebut masih berada pada daerah asal Anda. Dampak yang paling terasa adalah waktu tidur yang tidak tepat: sulit tidur ketika daerah baru Anda sudah menunjukkan malam hari dan mengantuk ketika berada di siang hari. Setidaknya dibutuhkan waktu penyesuaian jam tubuh sesuai berapa zona waktu yang telah Anda lewati. Lain halnya jika bekerja di malam hari. Badan yang seharusnya mulai diistirahatkan, terus-menerus dipaksa bekerja dan tidak jarang bekerja dalam penerangan yang cukup intensif hingga mengakibatkan hilangnya rasa kantuk. Namun, kelelahan berlebihan terjadi ketika sudah sampai di pagi hari. Kunci penyesuaian tersebut ada pada cahaya sebagai rangsangan utama jam tubuh tersebut. Di sinilah peranan jam tubuh sebagai pengatur waktu tidur dan memang diperlukan.

Peranan melatonin bahkan diketahui lebih potensial dalam mengendalikan radikal bebas tersebut daripada antioksidan dari luar, seperti vitamin C dan vitamin E. Radikal bebas dapat dikendalikan kadarnya melalui sejumlah periode tertentu agar terbuang atau terpakai dalam waktu yang tepat. Pengaruh lain dari jam tubuh tersebut juga menentukan pembentukan dan menjaga memori. Temuan tersebut terlepas dari pengaruh fungsi dari tidur yang memang juga memiliki kemampuan yang sama. Terdapat pula dugaan bahwa zat-zat pengatur jam tubuh tersebut turut serta berpengaruh pada pembentukan saraf.

Sumber:

  1. Munch M, Bromundt V. Light and chronobiology: implications for health and disease. 2012.
  2. Richards J. Gumz ML. Advances in understanding the peripheral circadian clocks. 2012.
  3. Salvatore P, et al. Biological rhythms and mood disorders. 2012.
  4. Kondratova AA, Kondratov RV. Circadian clock and pathology of the ageing brain. 2013.
  5. Balakrishnan A, et al. Circadian clock genes and implications for intestinal nutrient uptake. 2012.

Teks: Naldo Sofian

Komentar

  • (will not be published)

83 items

Total Purchase: Rp 18.943.000